Minggu, 15 Mei 2011

TUGAS SOFTSKILL TERAPAN KOMPUTER PERBANKAN

Sistem Perbankan Elektronik

Pada era globalisasi saat ini banyak bermunculan istilah atau konsep-konsep baru dalam kehidupan masyarakat, terutama dalam kegiatan perekonomian- baik pada level ekonomi makro maupun ekonomi mikro. Bahkan konsep-konsep baru tersebut telah mengarah ke ”teori-teori” baru yang ”melengkapi”, ”dipertentangkan” bahkan ”menggantikan” beberapa konsep atau teori ”lama”. Beberapa contoh konsep tersebut diantaranya adalah digital economy, economic of internet, knowledge based economy, e-commerce, e-marketing, e-business, e-finance, e-banking, e-money, digital cash, dan less-cash society. Semua konsep-konsep baru tersebut berkaitan dengan perkembangan dan penerapan TIK pada berbagai sektor perekonomian.

”Suka atau tidak suka, mau atau tidak mau, siap atau tidak siap, kita tetap harus menghadapi globalisasi”. Itulah sepenggal pernyataan yang sering kita dengar terkait dengan isu globalisasi. Pernyataan tersebut menggugah kita bersama bahwa globalisasi sudah menjadi keniscayaan saat ini. Keniscayaan yang didorong dan difasilitasi oleh perkembangan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) yang sangat cepat. Salah satu bentuk keniccayaan adalah terbentuknya masyarakat digital, yang di industri perbankan dikenal dengan istilah less-cash society. Terbentuknya masyarakat digital tersebut di didorong oleh perkembangan dan penerapan TIK yang sangat intensif di bidang perbankan- yang selanjutnya disebut Electronic Banking atau disingkat E-Banking. “E-Banking dan Less-Cash Society” inilah yang menjadi topik utama tulisan ini.

Beberapa pernyataan yang menarik terkait dengan topik ini adalah ”Apakah masyarakat digital sudah terbentuk, atau minimal ada tanda-tandanya di Indonesia?”, ”Bagaimana potensi digital economy untuk Indonesia yang masih menghadapi masalah kesejahteraan?”, ”Bagaimana perkembangan teknologi E-banking di Indonesia dikaitkan dengan pembentukan masyarakat digital di Indonesia?”, serta “Bagaimana persepsi masyarakat tentang penggunaan E-Banking?”. Ulasan terhadap dua pertanyan pertama merupakan pondasi mengenai pentingnya TIK dalam sektor perekonomian, yang dilengkapi posisi Indonesia dalam hal pemanfaatan TIK di lingkungan global. Ulasan yang lebih mendalam akan dilakukan untuk dua pertanyaan yang terakhir, terutama dikaitkan dengan spektrum teknologi E-banking dan Intenstitas pengggunaannya di Indonesia.


POSISI INDONESIA DALAM PEMANFAATAN TIK

OECD mendefinisikan Teknologi Informasi dan Komunikasi, selanjutnya disebut TIK, sebagai rangkaian kegiatan yang difasilitasi peralatan elektronik yang mencakup pengolahan, transmisi, dan penyajian informasi. TIK merupakan konvergensi dari tiga wilayah yaitu teknologi informasi, data dan informasi, serta masalah-masalah sosioekonominya. Jadi berbicara mengenai TIK tidak hanya sebatas teknologinya itu sendiri tetapi juga harus mengkaji dan mempertimbangkan dampak dari teknologi tersebut. Dengan kata lain, penguasaan dan penerapan TIK secara umum seiring dengan berbagai dampal positif dan negatif yang ditimbulkannya. Bagaimana tingkat penetrasi atau adopsi TIK di Indonesia untuk tahun 2006, dapat dilihat pada Tabel berikut ini.

Indikator Indonesia Rata-rata Asia Rata-rata Dunia
Total Telpon per 100 penduduk 34,87 44,92 60,04
Cellular Mobile per 100 penduduk 28,30 29,28 40,91
Main Telpon per 100 penduduk 6,57 15,81 19,39
Internet users per 100 penduduk 7,18 11,57 17,39
Broadband subsciber per 100 penduduk 0,05 2,71 4,30
Sumber: International Communication Union (2007)

Terlihat bahwa untuk semua indicator TIK di atas, Indonesia masih dibawah rata-rata Asia dan Dunia. Mari kita perkembangan laju adopsi komputer dan internet di Indonesia pada kurun waktu 2001 sampai 2006 seperti disajikan pada gambar di bawah ini.


PC per 100 penduduk Pengguna Internet per 10000 penduduk
Sumber: International Telecommunication Union-ITU (diolah)

Penulis hanya menggunakan dua negara sebagai pembanding yaitu India dan Cina dengan pertimbangan sebagai negara-negara dengan jumlah penduduk yang tergolong tinggi. Secara rata-rata, PC per 100 penduduk dan pengguna internet per 10000 penduduk Indonesia lebih tinggi dibandingkan India, namun lebih rendah dari China, rata-rata Asia, dan rata-rata Dunia. Jika dibandingkan dengan dua Negara ASEAN yaitu Malaysia dan Singapur, Indonesia relatif tertinggal cukup jauh dilihat dari pengguna Internet per 100 penduduk. Pada tahun 2006, berturut-turut data untuk Malaysia, Singapur dan Indonesia adalah 43,77; 39,21 dan 7,18 (ITU, 2006). Angka tersebut menunjukkan bahwa masyarakat pengguna internet di Indonesia kurang dari 10%, sedangkan kedua Negara ASEAN tersebut sudah mendekati 50%.

Selain secara rata-rata lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata Asia dan Dunia, percepatan adopsi TIK di Indonesia juga lebih lamban dibandingkan pertumbuhan Asia dan dunia, kecuali untuk Handphone. Pada kurun waktu 2001-2006, laju pertumbuhan pengguna telpon di Indonesia tercatat sebesar 57,58%, sedangkan laju pertumbuhan Asia dan dunis tercatat sebesar 27,2% dan 22,8%.

Masih rendahnya tingkat adopsi PC dan pengguna internet tersebut menjadi tantangan tersendiri bagi para penggiat di bidang teknologi informasi dan komunikasi di Indonesia, termasuk para lulusan STMIK Pradya Paramitra sekalian. Selanjutnya mari kita lihat tiga indikator lainnya, yaitu indeks pengembangan TIK, E-Readiness ranking, dan Network Readiness Index. Secara umum perkembangan ketiga indikator tersebut juga setali tiga uang dengan dua indikator sebelumnya, yaitu posisi Indonesia yang masih relatif terpuruk di lingkungan global.

PBB melalui UNCTAD membuat indeks pengembangan ICT yang diukur berdasarkan 4 dimensi yaitu keterhubungan (connectivity), akses (access), kebijakan (policy), dan penggunaan (diffusion). Nilai indeks tersebut berkisar dari 0 (terendah) sampai 1 (tertinggi). Nilai indeks ICT untuk Indonesia untuk keempat dimensi tersebut berturut-turut adalah 0.0211, 0.4592, 0.5000, dan 0.2401. Berdasarkan nilai indeks difusi ICT, Indonesia menduduki ututan ke 77 dari 171 negara. Untuk kawasan Asia Tenggara, Indonesia masih dibawah Singapura yang menempati urutan 14, Brunei urutan ke-40, Malaysia urutan ke-43, dan Filipina urutan ke-59; tetapi masih lebih tinggi dibandingkan Thailand pada urutan ke-92 dan Vietnam urutan ke-113 (UNCTAD, 2003).

Lembaga lain, yaitu The Economist bekerja sama dengan IBM Institute for Business Value mengeluarkan E-readiness ranking untuk tahun 2004. Indonesia memperoleh nilai keseluruhan sebesar 3.39 atau menempati ranking ke-59 dari 64 negara yang disurvey. Ranking Indonesia tersebut lebih rendah dibandingkan Singapura yang menempati urutan ke-7, Malaysia ke-33, Thailand ke-43, Filipina ke-49; dan hanya 1 tingkat lebih tinggi dibandingkan Vietnam yang menempati urutan ke- 60. Indikator yang terakhir adalah Networked Readiness Index (NRI) yang dikembangkan oleh Center for International Development (CID) di Harvard University. NRI didefinisikan sebagai derajat sebuah komunitas siap untuk berpartisipasi dalam dunia yang terhubung jaringan (networked world). Nilai NRI Indonesia adalah 3.24 dan menempati urutan ke-59 dari 75 negara yang disurvey.

Melihat indikator-indikator tersebut di atas, posisi Indonesia memang sangat memprihatinkan dan mengkhawatirkan. Tetapi, sekali lagi, bukan berarti kita harus pesimis dan rendah diri di lingkungan global. Posisi tersebut seharusnya menjadi tantangan dan menjadi pemicu dan pemacu semangat dan motivasi untuk SDM Indonesia, khususnya para calon ahli-ahli teknologi informasi. Kita harus melihat potensi TIK dalam mempercepat pertumbuhan ekonomi, atau bagaimana mengintegrasikan penggunaan TIK dalam kegiatan ekonomi itu sendiri. Kita pun semestinya tertantang untuk membuktikan dugaan atau hipotesis tentang hubungan antara tingkat penguasaan dan penerapan TIK dengan kemajuan sebuah negara atau bangsa.

DIGITAL DIVIDE DAN DIGITAL ECONOMY

Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang relatif cepat dewasa ini telah mempengaruhi perkembangan perekonomian dunia. Pada kurun waktu 1999 sampai 2000, negara-negara sedang berkembang di wilayah asia pasifik, termasuk Indonesia menunjukkan bahwa difusi teknologi informasi berkorelasi positif cukup kuat dengan tingkat pendapatan per kapita- salah satu ukuran kesejahteraan sebuah negara (Kim, 2004). Tetapi masalahnya adalah – seperti telah dijelaskan sebelumnya, penggunaan TIK di Indonesia relatif tertinggal dibandingkan dengan negara-negera lain. Perbedaan atau kesenjangan penggunaan TIK di antara berbagai negara tersebut tentunya menimbulkan dugaan bahwa tingkat penggunaan TIK mungkin menjadi salah satu faktor yang relatif signifikan terhadap perbedaan pertumbuhan ekonomi di antara negara-negara.

Kajian teknologi informasi dan komunikasi dari perspektif ekonomi makro telah dilakukan oleh Papageorgiou (2000), yang menjelaskan model atau teori pertumbuhan yang ditentukan oleh kombinasi modal sumber daya manusia dan adopsi teknologi. Model terdiri dari 2 bagian yaitu model untuk negara yang sudah maju teknologinya dan negara yang sedang berkembang. Model memprediksi bahwa negara berkembang mempunyai kesempatan untuk mencapai pertumbuhan tinggi melalui adopsi teknologi jika kesenjangan teknologinya relatif dekat ke technology frontier.

Beilock dan Dimitrova (2003) meneliti hubungan antara jumlah pengguna internet per 10,000 penduduk dengan GDP per kapita, infrastruktur, dan faktor non-ekonomi. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa GDP per kapita merupakan determinan yang paling penting terhadap jumlah pengguna internet. Jadi dari data penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa negara-negara yang tingkat penggunaan TIK relatif tinggi secara umum mempunyai pendapatan per kapita yang tinggi. Beilock dan Dimitrova (2003) selanjutnya menyatakan bahwa semakian tinggi pendapatan per kapita yang mendorong semakin tingginya pengguna internet disebabkan oleh dua alasan. Pertama, ketika pendapatan individual meningkat, maka individu tersebut mampu memperoleh barang dan jasa tambahan, termasuk akses internet. Kedua, pendapatan yang tinggi secara umum berhubungan dengan tingkat pendidikan yang tinggi. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang memungkinkan untuk memiliki ketrampilan yang diperlukan untuk menggunakan teknologi internet. Jadi TIK berhubungan erat dengan pengembangan sumber daya manusia.

Konsep digital divide yang menunjukkan kesenjangan tingkat penggunaan teknologi antara negara maju dan negara berkembang, atau antara satu komunitas tertentu dengan komunitas lainnya, menimbulkan anggapan bahwa penguasaan teknologi berhubungan dengan tingkat kesejahteraan masyarakat atau angka kemiskinan. Flor (2001) menyatakan bahwa ada empat paradigma yang bisa digunakan untuk menganalisis kemiskinan, yaitu paradigma teknologis, paradigma ekonomi, paradigma struktural, dan paradigma kultural. Paradigma teknologis menyatakan bahwa penyebab utama kemiskinan adalah keterbatasan ketrampilan teknologi di negara-negara berkembang.

Menurut Quibria dan Tschang (2001), TIK memiliki potensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui dua cara, yaitu langsung dan tidak langsung. Pengaruh langsung mencakup (a) informasi mengenai pasar, peluang, dan lain-lain, (b) kesempatan kerja, (c) ketrampilan dan pendidikan, (d) pemeliharaan kesehatan, (e) pemberian layanan pemerintah, dan (f) pemberdayaan. TIK juga bisa meningkatkan kesejahteraan secara tidak langsung melalui pertumbuhan (ekonomi) yang cepat, yang memberikan trikledown effect terhadap perbaikan pendapatan dan kesempatan kerja.


TEKNOLOGI E-BANKING

Salah satu sektor yang paling dramatis terpengaruh oleh perkembangan teknologi informasi dan komunikasi adalah sektor keuangan, terutama perbankan. Sebelumnya mari kita lihat kilas balik dan perkembangan terkini mengenai perbankan Indonesia. Setelah lebih dari seperempat abad terhitung dari deregulasi pada tahun 1983, perbankan Indonesia telah mengalami berbagai gonjang-ganjing yang sangat mempengaruhi perekonomian Indonesia. Titik nadir perbankan sendiri terjadi menjelang krisis multidimensi yang terjadi pada tahun 1997 yang dikenal sebagai krisis moneter. Beberapa tonggak penting perjalanan dalam kurun waktu tersebut adalah sebagai berikut.

Kilas Balik Perbankan Indonesia
1. Paket 1 Juni 1983 merupakan salah satu tonggak penting yang mengubah arah perbankan nasional yang tadinya belum mengikuti mekanisme pasar, atau dengan kata lain, mulai diterapkannya equal treatment antara bank pemerintah dengan bank swasta.

2. Kebijakan Oktober 1988 menjadi faktor utama terjadinya booming pendirian bank dengan memberikan kemudahan bagi para investor. Dalam kurun waktu 3 tahun sesudahnya, tercatat jumlah bank meningkat dari 111 bank pada tahun 1988 menjadi 182 bank pada pertengahan 1991. Pertumbuhan bank beserta kegiatan penyaluran dana bank yang luar biasa tersebut akhirnya berujung pada tindakan kebijakan uang ketat (Tight Money Policy) yang diambil oleh Bank Indonesia pada Tahun 1990.

3. Pakfeb 1991, yang bertujuan untuk mengembangkan dunia perbankan menjadi lembaga keuangan yang sehat, kuat, dan tangguh serta lebih dipercaya baik dalam tingkat nasional maupun global. Sistem penilaian kesehatan bank dengan CAMEL mulai diterapkan oleh Bank Indonesia, termasuk penetapan nilai CAR sebesar 8 persen yang harus dipenuhi mulai tahun 1993.

4. Bom waktu perbankan akhirnya meledak, dan tidak tanggung-tanggung dampak letusannya terhadap perekonomian Indonesia. Pada November 1997 sejumlah bank mulai rontok yang diawali dengan ditutupnya 16 bank yang akhirnya menyeret Indonesia ke krisis moneter yang tak terlupakan dalam sejarah perekonomian Indonesia.

5. Pada tahun 1998 dibentuk BPPN sebagai lembaga yang berusaha untuk menyelamatkan wajah perbankan Indonesia. BPPN lahir sebagai salah satu butir dalam serangkaian Letter of Intent (LOI) antara Pemerintah Indonesia dengan IMF, dengan LOI pertamanya ditandatangani pada 1 November 1997. Pembentukan BPPN ini dianggap sebagai awal proses rehabilitasi terhadap industri perbankan. Pada tahun 1998, dari 55 bank yang dirawat oleh BPPN ternyata 10 bank tidak tertolong (dilikuidasi), 4 bank harus masuk unit gawat darurat (direkapitalisasi), dan sisanya masih terus dirawat intensif. Pada maret 1999 38 bank kembali tak tertolong, 9 bank direkapitalisasi, dan 7 bank diambil alih.

6. Perbankan Indonesia sudah memasuki tahap konsolidasi yang ditandai dengan diluncurkannya Arsitektur Perbankan Indonesia (API). Bank Indonesia telah meluncurkan Arsitektur Perbankan Indonesia (API) pada bulan Januari 2004, sebagai awal dari tahap konsolidasi perbankan Indonesia. Ke dapannya, bank-bank Indonesia digolongkan kedalam 4 kelompok bank yaitu bank Internasional, bank nasional, bank fokus, dan bank dengan cakupan usaha terbatas. Pengelompokkan bank tersebut didasarkan pada kemampuan modalnya.

7. Terakhir adalah paket Oktober 2006 (Pakto) yang dikeluarkan oleh BI. Salah satu maksudnya adalah untuk mendorong perbankan nasional dalam meningkatkan penyaluran kredit tanpa mengabaikan prinsip kehati-hatian. Pakto ini mencakup 13 Peraturan Bank Indonesia, dua diantaranya adalah mengenai pelarangan kepemilikan tunggal dan pelaksanaan Good Corporate Governance.


Kilas balik yang penuh gejolak tersebut tidak menghalangi peranan perbankan sebagai sub sektor ekonomi yang paling sentral peranannya dalam memobilisasi dana masyarakat. Mengacu ke laporan Bank Indonesia, sampai dengan bulan Juli 2007, jumlah bank yang beroperasi di Indonesia tercatat sebanyak 130 bank umum dan 1816 BPR. Total aset perbankan nasional adalah Rp 1.801.094,- Milyar, belum termasuk asset BPR sebesar Rp 25.140,- Milyar. Total simpanan masyarakat atau dana pihak ketiga yang berhasil dihimpun oleh bank umum adalah adalah sebesar Rp 1.562.070,- Milyar dan oleh BPR sebanyak Rp 20.537,- Milyar. Memang sebuah angka yang luar biasa dan terus meningkat dari tahun ke tahun, seperti ditunjukkan pada grafik di bawah ini.


Asset, Sumber, dan penyaluran dana Jumlah Kantor

Angka-angka tersebut menunjukkan beberapa hal yang menarik. Pertama, masyarakat Indonesia masih menaruh kepercayaan terhadap perbankan sebagai alternatif investasi dan sebagai institusi penyimpanan dana. Fungsi agent of trust ini tentunya membawa konsekuensi terhadap pentingnya masalah intergritas institusi dan individu di bidang perbankan.

Kedua, angka tersebut menunjukkan dominasi atau ketergantungan terhadap bank sebagai lembaga penyimpan sekaligus lembaga pembiayaan dalam perekekonomian Indonesia. Total aset perbankan yang lebih dari 1800 triliun tersebut adalah dua kali lipat dari PDB Indonesia, yang sampai triwulan I 2007 tercatat sebesar 915,9 triliun. Angka tersebut juga terlihat luar biasa dibandingkan dengan total aset perusahaan asuransi jiwa- yang tercatat hanya sebesar Rp 82 triliun pada kuartal II 2007. Ketergantungan tersebut tentunya- di sisi lain, memang mengandung resiko tinggi jika tidak dikelola dengan baik oleh pelaku-pelaku di industri perbankan.

Ketiga, jumlah aset dan dana masyarakat yang luar biasa tersebut tentunya memerlukan kapasitas atau produktifitas yang tinggi, baik secara institusi maupun Sumber Daya Manusia di bidang perbankan. Sebagai ilustrasi, dengan jumlah kantor bank umum sebanyak 9492 maka setiap kantor harus mengelola dana masyarakat sekitar Rp 165 Milyar per kantor. Jika dana masyarakat dibagi dengan jumlah karyawan bank yang berjumlah sekitar 100.000 orang maka setiap karyawan bank mengelola dana masyarakat sekitar Rp 15 Milyar per orang. Kapasitas intitusi dan individu yang bergerak di industri perbankan tersebut tentunya memerlukan fasilitas atau alat bantu dalam pengolahaan dana dan berbagai layanan jasa keuangan terkait lainnya. Disinilah fungsi dari teknologi informasi dan komunikasi di industri perbankan.

Penggunaan teknologi informasi dan komunikasi di perbankan nasional relatif lebih maju dibandingkan sektor lainnya. Berbagai jenis teknologinya diantaranya meliputi Automated Teller Machine, Banking Application System, Real Time Gross Settlement System, Sistem Kliring Elektronik, dan internet banking. Bank Indonesia sendiri lebih sering menggunakan istilah Teknologi Sistem Informasi (TSI) Perbankan untuk semua terapan teknologi informasi dan komunikasi dalam layanan perbankan. Istilah lain yang lebih populer adalah Electronic Banking. Electronic banking mencakup wilayah yang luas dari teknologi yang berkembang pesat akhir-akhir ini. Beberapa diantaranya terkait dengan layanan perbankan di “garis depan” atau front end, seperti ATM dan komputerisiasi (sistem) perbankan, dan beberapa kelompok lainnya bersifat back end, yaitu teknologi-teknologi yang digunakan oleh lembaga keuangan, merchant, atau penyedia jasa transaksi, misalnya electronic check conversion.

Saat ini sebagian besar layanan E-banking terkait langsung dengan rekening bank. Jenis E-Banking yang tidak terkait rekening biasanya berbentuk nilai moneter yang tersimpan dalam basis data atau dalam sebuah kartu (chip dalam smartcard). Dengan semakin berkembangnya teknologi dan kompleksitas transaksi, berbagai jenis E-banking semakin sulit dibedakan karena fungsi dan fiturnya cenderung terintegrasi atau mengalami konvergensi. Sebagai contoh, sebuah kartu plastik mungkin memiliki “magnetic strip”- yang memungkinkan transaksi terkait dengan rekening bank, dan juga memiliki nilai moneter yang tersimpan dalam sebuah chip. Kadang kedua jenis kartu tersebut disebut “debit card” oleh merchant atau vendor. Beberapa gambaran umum mengenai jenis-jenis teknologi E-Banking dapat dilihat di bawah ini.


Jenis-Jenis Teknologi E-Banking
Automated Teller Machine (ATM). Terminal elektronik yang disediakan lembaga keuangan atau perusahaan lainnya yang membolehkan nasabah untuk melakukan penarikan tunai dari rekening simpanannya di bank, melakukan setoran, cek saldo, atau pemindahan dana.

Computer Banking. Layanan bank yang bisa diakses oleh nasabah melalui koneksi internet ke pusat data bank, untuk melakukan beberapa layanan perbankan, menerima dan membayar tagihan, dan lain-lain.

Debit (or check) Card. Kartu yang digunakan pada ATM atau terminal point-of-sale (POS) yang memungkinkan pelanggan memperoleh dana yang langsung didebet (diambil) dari rekening banknya.

Direct Deposit. Salah satu bentuk pembayaran yang dilakukan oleh organisasi (misalnya pemberi kerja atau instansi pemerintah) yang membayar sejumlah dana (misalnya gaji atau pensiun) melalui transfer elektronik. Dana ditransfer langsung ke setiap rekening nasabah.

Direct Payment (also electronic bill payment). Salah satu bentuk pembayaran yang mengizinkan nasabah untuk membayar tagihan melalui transfer dana elektronik. Dana tersebut secara elektronik ditransfer dari rekening nasabah ke rekening kreditor. Direct payment berbeda dari preauthorized debit dalam hal ini, nasabah harus menginisiasi setiap transaksi direct payment.

Electronic Bill Presentment and Payment (EBPP). Bentuk pembayaran tagihan yang disampaikan atau diinformasikan ke nasabah atau pelanggan secara online, misalnya melalui email atau catatan dalam rekening bank. Setelah penyampaian tagihan tersebut, pelanggan boleh membayar tagihan tersebut secara online juga. Pembayaran tersebut secara elektronik akan mengurangi saldo simpanan pelanggan tersebut.

Electronic Check Conversion. Proses konversi informasi yang tertuang dalam cek (nomor rekening, jumlah transaksi, dll) ke dalam format elektronik agar bisa dilakukan pemindahan dana elektronik atau proses lebih lanjut.

Electronic Fund Transfer (EFT). Perpindahan “uang” atau “pinjaman” dari satu rekening ke rekening lainnya melalui media elektronik.

Payroll Card. Salah satu tipe “stored-value card” yang diterbitkan oelh pemberi kerja sebagai pengganti cek yang memungkinkan pegawainya mengakses pembayaraannya pada terminal ATM atau Point of Sales. Pemberi kerja menambahkan nilai pembayaran pegawai ke kartu tersebut secara elektronik.

Preauthorized Debit (or automatic bill payment). Bentuk pembayaran yang mengizinkan nasabah untuk mengotorisasi pembayaran rutin otomatis yang diambil dari rekening banknya pada tanggal-tangal tertentu dan biasanya dengan jumlah pembayaran tertentu (misalnya pembayaran listrik, tagihan telpon, dll). Dana secara elektronik ditransfer dari rekening pelanggan ke rekening kreditor (misalnya PLN atau PT Telkom).

Prepaid Card. Salah satu tipe Stored-Value Card yang menyimpan nilai moneter di dalamnya dan sebelumnya pelanggan sudah membayar nilai tersebut ke penerbit kartu.

Smart Card. Salah satu tipe stored-value card yang di dalamnya tertanam satu atau lebih chips atau microprocessors sehingga bisa menyimpan data, melakukan perhitungan, atau melakukan proses untuk tujuan khusus (misalnya validasi PIN, otorisasi pembelian, verifikasi saldo rekening, dan menyimpan data pribadi). Kartu ini bisa digunakan pada sistem terbuka (misalnya untuk pembayaran transportasi publik) atau sistem tertutup (misalnya MasterCard atau Visa networks).

Stored-Value Card. Kartu yang di dalamnya tersimpan sejumlah nilai moneter, yang diisi melalui pembayaran sebelumnya oleh pelanggan atau melalui simpanan yang diberikan oleh pemberi kerja atau perusahaan lain. Untuk single-purpose stored value card, penerbit (issuer) dan penerima (acceptor) kartu adalah perusahaan yang sama dan dana pada kartu tersebut menunjukkan pembayaran di muka untuk penggunaan barang dan jasa tertentu (misalnya kartu telpon). Limited-purpose card secara umum digunakan secara terbatas pada terminal POS yang teridentifikasi sebelumnya di lokasi-lokasi tertentu (misalnya vending machines di sekolah-sekolah). Sedangkan multi-purpose card dapat digunakan pada beberapa penyedia jasa dengan kisaran yang lebih luas, misalnya kartu dengan logo MasterCard, Visa, atau logo lainnya dalam jaringan antar bank.



ALAT PEMBAYARAN MENGGUNAKAN KARTU DI INDONESIA

Belakangan ini masyarakat perkotaan di Indonesia mulai terbiasa untuk menggunakan alat pembayaran non tunai untuk berbagai keperluan pembayaran, antara lain kartu kredit, kartu debet, kartu ATM dan kartu prabayar. Penggunaan kartu prabayar diyakini akan menjadi trend mekanisme pembayaran di masa mendatang, misalnya untuk membayar bahan bakar di pompa bensin, tiket tol, pembelian barang dan berbagai jasa-jasa lainnya.

Semua proses aktivitas pembayaran melalui berbagai jenis alat pembayaran ini diproses oleh berbagai penyelenggara sistem pembayaran seperti bank dan nonbank. Institusi inilah yang nantinya menyelenggarakan jasa mulai proses pengiriman dana, kliring hingga settlement. Pemakaian kartu prabayar dalam mekanisme transaksi adalah bagian dari evolusi alat pembayaran dari uang tunai sampai ke bentuk-bentuk non-tunai. Misalnya alat pembayaran dalam bentuk kertas (paper based) seperti cek, wesel, bilyet giro hingga ke elektronik seperti kartu prabayar hingga ke wujud digital (digital cash).

Jumlah kartu plastik (Kartu Kredit, ATM, Debit, dan pra bayar) di Indonesia cenderung meningkat dari tahun ke tahun, seperti yang dilaporkan oleh Bank Indonesia pada tabel di bawah ini. Sampai bulan Juli 2007 tercatat 54 bank yang menerbitkan kartu ATM dan 21 penerbit kartu kredit yang terdiri atas perbankan, lembaga selain bank dan unit usaha syariah bank. Jumlah bank yang menerbitkan kartu ATM sekaligus kartu debit tercatat sebanyak 37 bank. Sedangkan kartu prabayar baru diterbitkan hanya oleh dua nama penerbit yaitu Telekomunikasi Indonesia dan Telekomunikasi Selullar.



Periode Kartu Kredit Kartu ATM Kartu ATM + Debit Kartu Prabayar Kartu Lainnya
Juli 2007 8,507,704 2,453,961 30,210,886 - -
Juni 2007 8,443,861 2,396,216 29,628,467 - -
Mei 2007 8,392,734 2,257,822 29,105,943 - -
April 2007 8,338,377 2,220,185 28,951,736 - -
Maret 2007 8,194,908 2,192,203 28,467,610 - -
Februari 2007 8,336,598 2,167,086 28,101,234 - -
Januari 2007 8,284,668 2,095,878 28,058,176 - -
Desember 2006 8,215,923 1,509,038 28,147,121 - -
November 2006 8,246,240 1,496,733 27,591,546 - -
Oktober 2006 8,220,190 1,485,437 27,137,765 - -
September 2006 8,185,091 1,441,494 26,752,600 - -
Agustus 2006 8,141,978 1,419,164 26,215,573 - -
Juli 2006 8,108,865 1,393,326 25,709,446 - -
Juni 2006 8,060,807 1,365,053 26,266,143 48,647 -
Mei 2006 8,306,329 1,310,792 25,865,912 46,926 -
April 2006 8,333,266 1,337,924 25,336,627 45,709 -
Maret 2006 8,306,407 1,322,094 25,089,270 44,148 -
Februari 2006 8,310,109 1,342,434 24,546,255 42,454 -
Januari 2006 8,274,706 1,312,125 24,035,777 56,565 -
Sumber: Bank Indonesia
Peredaran dan penggunaan kartu tersebut juga melibatkan empat prinsipal kartu kredit dan tiga perusahaan pengelola switching. Infrastuktur Alat Pembayaran Menggunakan Kartu (APMK) pun semakin meningkat, yang meliputi terminal ATM, Merchant, EDC, dan Imprinter. Perkembangan jumlah ke empat jenis infrastruktur APMK tersebut dapat dilihat pada Tabel di bawah ini.

Periode ATM Merchant EDC Imprinter
Juli 2007 17,777 178,792 189,436 17,565
Juni 2007 17,590 173,844 185,408 17,753
Mei 2007 17,445 171,402 182,372 17,920
April 2007 17,312 170,112 174,560 17,764
Maret 2007 17,191 168,627 171,476 17,916
Februari 2007 17,178 167,578 168,541 17,823
Januari 2007 17,137 166,098 167,879 17,830
Desember 2006 16,960 164,915 167,623 17,910
November 2006 16,635 162,155 163,718 17,915
Oktober 2006 16,455 164,197 160,798 17,887
September 2006 16,328 148,803 165,308 17,986
Agustus 2006 16,238 160,963 162,382 17,994
Juli 2006 16,129 127,345 117,413 17,989
Juni 2006 16,011 124,837 113,400 18,177
Mei 2006 15,948 121,249 110,821 18,462
April 2006 15,923 112,910 106,132 19,364
Maret 2006 15,861 114,433 99,596 19,377
Februari 2006 15,615 111,728 98,023 18,892
Januari 2006 15,425 76,102 96,122 19,319
Sumber: Bank Indonesia

Sejalan dengan perkembangan teknologi, instrumen pembayaran khususnya yang menggunakan kartu (APMK) juga tumbuh dengan pesat. Tidak saja dari volume dan nilai yang ditransaksikan namun juga dari fitur, jenis, fungsi serta berbagai fasilitas yang diberikan kepada pemegang kartu. Menurut Bank Indonesia (2007), jenis APMK yang ada saat ini meliputi Kartu Kredit, Kartu ATM dan Kartu ATM yang berfungsi sekaligus sebagai Kartu Debit (ATM+Debit). Volume transaksi jenis APMK tersebut pada triwulan II-2007 tercatat 298,65 juta atau meningkat 8,04% dibanding triwulan sebelumnya. Sedangkan dari sisi nilai mencapai Rp419,86 triliun, meningkat 19,68% dari triwulan sebelumnya. Peningkatan transaksi tersebut didominasi oleh jenis transaksi transfer dana pada kartu ATM dan ATM+Debit. Perkembangan transaksi khusus untuk kartu kredit dari bulan Januari 2006 sampai Juli 2007 dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Periode Tunai (Jutaan) Belanja (jutaan)
Nominal Volume Nominal Volume
Juli 2007 289,323.62 416,683 6,264,582.51 10,928,378
Juni 2007 256,442.00 374,292 5,581,847.31 10,075,739
Mei 2007 290,435.26 425,385 5,781,067.10 11,341,233
April 2007 272,958.42 414,409 5,067,888.26 9,540,421
Maret 2007 281,907.79 423,291 5,142,922.07 9,626,404
Februari 2007 247,122.88 380,528 4,522,213.89 8,849,052
Januari2007 293,236.95 448,995 5,308,543.96 10,169,130
Desember 2006 260,768.13 396,222 5,072,207.37 9,606,110
November 2006 291,263.32 444,969 4,750,764.99 9,167,386
Oktober 2006 246,734.34 364,001 4,869,743.40 9,762,183
September 2006 289,957.65 465,126 4,668,728.10 9,489,456
Agustus 2006 299,847.63 468,038 4,720,982.19 9,486,662
Juli 2006 300,299.74 473,387 4,690,590.82 9,070,085
Juni 2006 303,547.42 479,651 4,407,449.05 8,817,102
Mei 2006 328,930.45 530,474 4,562,754.30 9,211,244
April 2006 297,354.04 498,694 3,970,386.83 8,146,915
Maret 2006 314,059.17 685,307 4,282,029.79 8,680,550
Februari 2006 282,808.59 490,442 3,790,391.64 7,946,883
Januari 2006 289,009.12 687,547 4,053,476.73 8,533,967
Sumber: Bank Indonesia

Pada triwulan ini mucul pula jenis instrumen pembayaran baru yakni kartu prabayar. Kartu ini digunakan untuk jenis pembayaran yang bersifat kecil (micropayment), karena batasan nominal yang ada pada kartu tersebut adalah satu juta rupiah dan dapat diisi kembali setelah digunakan. Mengingat jenis kartu ini masih relatif baru, aktivitas transaksi yang tercatat masih sangat kecil, dimana volume transaksi tercatat 16,73 ribu dengan nilai transaksi Rp210,41 juta (Bank Indonesia, 2007).
Angka-angka di atas menunjukkan bahwa peranan E-banking dalam meningkatkan layanan transaksi semakin meningkat. Peningkatan jumlah kartu plastik berserta jumlah dan nilai transaksinya merupakan salah satu indikator mulai tumbuhnya less-cash society atau masyarakat digital di Indonesia. Indikator tersebut terkait langsung dengan kegiatan transaksi yang diinisiasi oleh masyarakat sendiri sesuai dengan sumber daya keuangannya yang tersimpan dalam atau dilewatkan melalui lembaga perbankan. Atau dengan kata lain, indikator tersebut merupakan hasil dari transaksi individual nasabah bank yang berada di sisi ”front end”. Bagaimana dengan transaksi antar lembaga sendiri yang dari kaca mata masyarakat- khususnya nasabah bank, merupakan layanan E-Banking yang berada di sisi ”back end”?
ELECTRONIC FUND TRANSFER SYSTEM
Sejak tahun 2000, Bank Indonesia memperkenalkan kepada stakeholder yakni perbankan nasional apa yang disebut real time gross settlement (RTGS). BI-RTGS adalah proses penyelesaian akhir transaksi (settlement) pembayaran yang dilakukan per transaksi dan bersifat real time. Melalui mekanisme BI-RTGS ini rekening peserta dapat didebit dan dikredit berkali-kali dalam sehari sesuai dengan perintah pembayaran dan penerimaan pembayaran.

Setidaknya ada tiga alasan pokok mengapa BI memakai settlement melalui RTGS. Alasan pertama, jika membuka kembali literatur dan merujuk hasil studi empiris, ada semacam kesadaran baru dari bank-bank sentral di seantero jagad ini untuk mengelola Large Value Transfer System (LVTS). Sistem BI-RTGS dapat mengurangi risiko sistemik. Yang dimaksud dengan risiko sistemik adalah risiko kegagalan salah satu peserta dalam memenuhi kewajiban yang jatuh tempo. Kegagalan bayar ini akan membuat peserta bank lain juga ikut terancam. Bahkan dalam situasi ekstrem, gagal bayar ini berpotensi memicu kesulitan finansial yang lebih luas yang dapat mengancam stabilitas sistem pembayaran.

Alasan kedua, melalui sistem RTGS dapat mengurangi timbulnya float yang diharapkan dapat menyokong efektifitas pengawasan perbankan. Pada sisi lain dengan pengelolaan likuiditas yang baik di sektor perbankan juga akan membantu efektifitas kebijakan moneter. Alasan ketiga, sistem RTGS membuka peluang integrasi dengan berbagai aplikasi sistem pembayaran. Sebut saja seperti pasar uang dan pasar modal yang menganut prinsip Delivery versus Payment (DVP) atau bisa juga melakukan transaksi secara cross border payment melalui Payment versus Payment (PVP).

Ada beberapa sasaran yang ingin dicapai melalui aplikasi sistem BI-RTGS, antara lain dengan BI-RTGS transfer dana antar peserta lebih cepat, efisien, andal dan aman. Selain itu setidaknya ada kepastian settlement dengan lebih segera. Sistem BI RTGS ini akan memperlihatkan informasi rekening peserta secara real time dan menyeluruh. Bagi peserta RTGS juga dituntut untuk disiplin dan profesional dalam mengelola likuiditas mereka. Dan diharapkan melalui sistem RTGS ini akan mengurangi berbagai risiko settlement.

Saat ini aplikasi sistem BI-RTGS sudah berjalan di semua Kantor Bank Indonesia (KBI) di seluruh Indonesia. Sudah ada 148 peserta BI-RTGS yang terdiri atas 125 bank konvensional, 21 bank syariah/UUS dan dua peserta non-bank. Indonesia adalah negara kedelapan di Asia yang mengaplikasikan RTGS. Sedangkan di dunia baru ada 30 negara yang mengaplikasikannya. Jumlah dan nilai transaksi RTGS menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun.

Bank Indonesia (2007) melaporkan bahwa komposisi nilai penyelesaian transaksi sistem pembayaran masih didominasi oleh sistem BI-RTGS. Selama triwulan II-2007 penyelesaian transaksi sistem BI-RTGS mencapai 93,09% dari total nilai transaksi, sementara melalui sistem kliring mencapai 3,15% dan sisanya melalui sistem yang dilaksanakan di luar Bank Indonesia. Penyelesaian transaksi melalui sistem RTGS dan kliring yang telah mencapai 96% tersebut dipandang telah mampu mendukung kestabilan sistem keuangan dalam memitigasi risiko gagal bayar transaksi sistem pembayaran. Dengan demikian, transaksi pembayaran di Indonesia yang belum ter-cover risikonya hanya sekitar 3,76%. Meski nilainya kecil, Bank Indonesia berusaha memitigasi risiko melalui penerapan rambu-rambu yang memperhatikan aspek kehati-hatian dan perlindungan konsumen. Perkembangan volume dan nilai transaksi BI-RTGS dari September 2006 sampai Agustus 2007 dapat dilihat pada Tabel di bawah ini.

Periode Nilai
(Miliar Rp) Volume
(Satuan)
Agustus 2007 3,853,523.15 787,222.00
Juli 2007 3,742,563.48 771,069.00
Juni 2007 3,519,701.73 677,806.00
Mei 2007 3,627,918.04 719,107.00
April 2007 3,361,906.46 603,232.00
Maret 2007 4,082,811.07 645,103.00
Februari 2007 3,541,287.15 555,490.00
Januari 2007 3,824,599.12 640,374.00
Desember 2006 3,158,938.61 656,878.00
November 2006 2,794,517.96 574,106.00
Oktober 2006 2,278,135.52 549,057.00
September 2006 2,407,163.41 611,659.00
Sumber: Bank Indonesia

Sebagaimana diketahui, sebelum settlement melalui RTGS diperkenalkan ke publik, ada settlement lain yang lazim dipakai yakni melalui sistem kliring. Metode yang dipakai sistem kliring berbeda jauh dengan RTGS. Sistem kliring menggunakan metode net settlement dalam rangka penyelesaian akhir. Net settlement adalah adalah proses penyelesaian akhir transaksi-transaksi pembayaran yang dilakukan pada akhir suatu periode dengan melakukan apa yang disebut off-setting antara kewajiban-kewajiban pembayaran dengan hak-hak penerimaan.

Data terakhir transaksi kliring pada triwulan II-2007 mengalami sedikit kenaikan dibanding triwulan sebelumnya. Nilai transaksi selama triwulan laporan tercatat sebesar Rp 333,2 triliun, naik 1,1% dibanding triwulan sebelumnya yaitu sebesar Rp329,6 triliun. Dari sisi volume juga mengalami kenaikan sebesar 2,72%, dari 19,3 juta transaksi menjadi 19,9 juta transaksi. Perkembangan volume dan nilai transaksi kliring dari September 2006 sampai Agustus 2007 dapai dilihat pada tabel di bawah ini.

Bulan Nominal (Rp Juta) Volume
Agustus 2007 123,076,767 6,902,488
Juli 2007 120,891,222 6,991,287
Juni 2007 106,182,734 6,207,430
Mei 2007 113,007,954 6,723,505
April 2007 102,611,078 6,189,671
Maret 2007 105,502,136 6,369,008
Februari 2007 93,810,899 5,660,268
Januari 2007 115,924,859 6,705,762
Desember 2006 103,509,762 5,909,730
Nopember 2006 110,151,849 6,595,335
Oktober 2006 96,793,041 6,153,248
September 2006 100,328,643 6,028,919
Agustus 2006 100,396,772 6,077,093
Juli 2006 84,880,986 5,404,496
Juni 2006 73,629,473 4,931,458
Mei 2006 62,414,241 4,657,752
April 2006 53,500,398 3,966,293
Maret 2006 55,777,017 3,794,995
Februari 2006 52,759,000 3,554,472
Januari 2006 54,234,032 3,501,349
Sumber: Bank Indonesia


Pada tahun 2007 ini Bank Indonesia telah memperluas implementasi Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia di 18 wilayah kliring non Bank Indonesia. Dengan demikian, hingga akhir triwulan II-2007, wilayah yang telah mengimplementasikan SKNBI berjumlah 65 wilayah yang terdiri atas 37 wilayah KBI dan 28 wilayah non KBI.

Nilai transaksi pemindahan dana yang bersifat “back end” dari sisi pespektif nasabah tersebut menunjukkan bahwa lalu lintas uang di Indonesia sudah bersifat paperless- dengan nilai transaksi yang secara drastis meningkat tajam. Sebagai contoh, nilai BI-RTGS meningkat lebih dari 1000 triliun rupiah dalam 12 bulan terakhir atau meningkat lebih dari 60 persen. Sedangkan transaksi kliring meningkat lebih dari dua kali lipat pada periode yang sama. Transaksi digital dengan nilai yang sangat besar tersebut tentunya memerlukan teknologi tinggi yang handal dan teruji.

Luasnya spektrum dan tingkat teknologi E-banking memang memerlukan nilai investasi yang tidak sedikit. Selain itu, implementasi E-banking tersebut memerlukan Sumber Daya Manusia (SDM) yang handal dalam mengembangkan, menjalankan, dan memeliharanya. Tetapi yang menarik adalah investasi tinggi, kerumitan teknologi dan kehandalan SDM tersebut hanyalah berlaku di wilayah back-end sebuah bank dan menjadi tanggung jawab pada ahli-ahli TIK dan pengelola bank. Sedangkan dari sisi masyarakat pengguna layanan E-banking, faktor yang lebih dominan adalah apakah layanan teknologi tersebut dianggap mudah, cepat, akurat, aman, dan rahasia. Disinilah peran perspepsi masyarakat tentang teknologi E-banking menjadi salah satu faktor penting dalam meningkatkan penetrasi atau adopsi layanan E-banking oleh masyarakat.


PERSEPSI MASYARAKAT MENGENAI E-BANKING

Intensitas penggunaan layanan transaksi berbasis kartu di Indonesia memang cenderung semakin meningkat. Fenomena tersebut mengindikasikan bahwa masyarakat digital- khususnya less-cash society di Indonesia mulai terbentuk. Memang masyarakat digital tersebut masih tergolong minoritas. Sebagai ilustrasi, jika jumlah kartu plastik sebanyak 41.172.551 dibagi jumlah penduduk Indonesia- yang tercatat sebanyak 225 juta pada tahun 2006, maka kartu plastik per kapitanya adalah 0.18. Angka tersebut bisa diartikan bahwa hanya 18 dari 100 orang Indonesia yang mempunyai kartu plastik. Jumlah masyarakat digital tersebut relatif tertinggal jika dibandingkan dengan negara-negara maju. Sebagai contoh, di Amerika Serikat persentase keluarga yang menggunakan berbagai jenis kartu plastik tersebut untuk tahun 2003 saja sudah mencapai 65% untuk kartu ATM, 54% untuk Debit Card, 73% untuk Prepaid Card, dan 6% untuk Smart Card (The Fed, 2004).

Perbedaan tingkat penetrasi layanan E-banking tentunya sangat menarik untuk dikaji, terutama dikaitkan dengan faktor-faktor pendorong atau penghambat penetrasi E-Banking tersebut di masyarakat. Tingkat penerimaan inovasi teknologi selain dipengaruhi oleh karakteristik demografi dan sosioekonomi, juga dipengaruhi oleh persepsi masyarakat tentang teknologi tersebut serta karakteristik dari berbagai jenis layanan E-banking itu sendiri. Untuk kasus di Amerika Serikat, pemanfaatan layanan perbankan berbasis komputer (computer banking) disebabkan oleh faktor kemudahan layanan- disebutkan oleh 79 persen responden dan penghematan waktu-disebutkan oleh 71 persen responden. Hasil survey lainnya menunjukkan faktor kesediaan layanan E-banking yang 24 jam menjadi faktor penting lainnya (The Fed, 2004). Memang ada faktor lain yang cenderung menjadi penghambat yaitu aspek keamanan dan kerahasiaan dari layanan E-banking.

Pola penggunaan layanan E-banking dan perubahan karakteristik demografi dan sosioekonomi dari masyarakat pengguna menjadi salah satu tantangan tersendiri dalam memasyaratkan layanan E-banking. Untuk kasus di Indonesia, peran perbankan dengan layanan E-banking-nya menjadi sangat penting dan menjadi aktor utama dalam mempercepat pembentukan masyarakat digital. Dengan besarnya dana masyarakat yang tersimpan di industri perbankan, sebuah bank masih bisa meningkatkan aktivitas transaksi yang paperless di masa yang akan datang. Hal ini bisa dilihat dari trend pertumbuhan jumlah kartu plastik beserta nilai transaksinya yang semakin meningkat dalam 12 bulan terakhir ini. Tantangannya adalah bagaimana mempercepat laju penetrasinya di masa yang akan datang.

User education menjadi salah satu strategi kunci dalam meningkatkan penetrasi layanan E-banking. Implementasinya perlu mempertimbangkan persepsi masyarakat tentang E-banking, terutama mengenai faktor-faktor yang masih menjadi penghambat dalam penetrasi E-banking. Salah tantangan terberat adalah bagaimana meningkatkan penetrasi TIK di masyarakat berpenghasilan rendah- yang masih merupakan mayoritas di Indonesia. Berbagai hasil penelitian pun menunjukkan bahwa penetrasi TIK, termasuk layanan E-banking masih terkonsentrasi pada masyarakat golongan ekonomi menengah ke atas, berpendidikan tinggi, dan terkonsentrasi di perkotaan.
Sumber :
http.wordpress.com/2011/04/14/sistem-perbankan-elektronik/
http://www.bprks.co.id/?idm=4&idsm=17

Jumat, 01 April 2011

TERAPAN KOMPUTER PERBANKAN TUGAS II

TERAPAN KOMPUTER PERBANKAN
TUGAS II

1. Jasa-jasa bank merupakan kegiatan perbankan yang dilakukan oleh suatu bank untuk memperlancar aktivitas bank tersebut dan juga untuk mendapatkan keuntungan yang sering disebut fee based. Sebutkan minimal 15 keuntungan yang diperoleh dari jasa- jasa bank tersebut ?
Jawab :

A. KIRIMAN UANG (transfer)
B. KLIRING (clearing)
C. INKASO (Collection)
D.SAFE DEPOSIT BOX
E.BANK CARD
F.BANK NOTE
G. TRAVELLERS CHEQUE
H.LETTER OF CREDIT (L/C)
I. BANK GARANSI
J. MENERIMA SETORAN-SETORAN
K. MELAKUKAN PEMBAYARAN
L. BUNGA (KONVENSIONAL) DAN BAGI HASIL (SYARIAH)
M. PINJAMAN (KREDIT)
N.INTERNET BANKING

2. Jelaskan dengan lengkap yang dimaksud dengan :
Jawab :

A. KIRIMAN UANG (TRANSFER)
Transfer merupakan jasa pengiriman uang lewat bank baik dalam kota, luar kota atau pun ke luar negeri. Sarana dan besar kecilnya jumlah biaya ditentukan oleh nasabah.

B. KLIRING
Kriling merupakan jasa penyelesaian hutang piutang antar bank dengan cara saling menyerahkan warkat-warkat yang akan dikliringkan di lembaga kliring. Lembaga ini dibentuk dan dikoordinir oleh Bank Indonesia setiap hari kerja, dan peserta kliring merupakan bank yang sudah mendapat ijin dari BI. Lebih singkatnya kliring juga bisa disebut pemindah bukuan antar bank.

Tujuan dari kliring adalah :
• untuk memajukan dan memperlancar lalu lintas pembayaran giral

• agar perhitungan penyelesaian utang piutang dapat dilakukan dengan lebihmudah, aman dan efisien
• salah satu pelayanan bank kepada nasabah

Mekanisme Kliring :


Penjelasan :
a. Tn. A bertansaksi dengan Tn B
b. Tn. A memberikan Cek pada Tn B. Tn. B sebagai nasabah Bank ‘XYZ’ melakukan setoran kliring di Bank ‘XYZ’
c. Bank ‘XYZ’ mengirimkan Warkat (Nota Debet �� ND Keluar) kepada Lembaga Kliring
d. Lembaga Kliring akan meneruskan Warkat kepada Bank ‘ABC’ (Nota Debet �� ND Masuk)
e. Setelah proses pengecekan dan cek dinyatakan syah, maka di informasikan kepada Lembaga kliring untuk mendebet rekening Bank ‘ABC’ di BI dan di kredit ke rekening Bank ‘XYZ’.
f. Penyampaikan hasil kliring kepada Bank ‘XYZ’ dan pihak Bank akan mengkridit

C. INKASO
Secara umum dapat dikatakan bahwa inkaso adalah proses kliring antar kota, baik dalam negeri maupun luar negeri. Biasanya waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan akan lebih lama.

D. SAFE DEPOSIT BOX
SDB merupakan jasa bank yang diberikan kepada pada nasabah, yaitu berupa kotak untuk menyimpan dokumen-dokumen atau benda benda berharganya.

E. BANK NOTE
Bank note merupakan uang kartal asing yang dikeluarkan dan diterbitkan oleh bank di luar negeri. Jual beli bank note merupakan transaksi antara valuta yang dapat diterima pembayarannya dan dapat diperjualbelikan dan diperdagangkan kembali sesuai dengan nilai tukarnya.

beberapa istilah dalam bank note :
• Valuta = mata uang
• Kurs = nilai valuta asing
• Konversi = penyesuaian
• Kurs konversi = penyesuaian nilai valuta asing terhadap rupiah

F. BANK CARD
Bank card merupakan kartu plastik yang dikeluarkan bank dan diberikan kepada nasabahnya untuk dapat dipergunakan sebagai alat pembayaran di berbagai tempat. Dalam system kerja bank card terlihat ada 3 pihak yang terlibat dalam prosesnya, yaitu:

1.Bank sebagai penerbit dan pembayar
2.Pedagang / merchant, sebagai tempat belanja
3.Pemegang kartu / card holder, sebagai yang berhak melakukan transaksi.

Keleluasaan dan kebebasan dalam menggunakan sangat dibatasi pada jenis kartu yang

diterbitkan. Setiap jenis bank card memiliki keunggulan dan kekurangan.
• Charge card, suatu system dimana pemegang kartu harus melunasi semua penagihan yang terjadi atas dirinya sekaligus pada sat jatuh tempo
• Credit card, suatu system dimana pemegang kartu dapat melunasi penagihan yang terjadi atas dirinya secar angsuran pada saat jatuh tempo
• Debet card, pembayaran atas penagihan nasbaah melalui pendebetan atas rekening yang ada di bank dimana pada saat membuka kartu
• Smart card, berfungsi sebagai rekening terpadu
• Private label card, merupakan kartu yang diterbitkan oelh suatu badan usaha (bukan bank) dan penggunaan kartu hanya sebatas pada perusahaan yang mengeluarkan.


G. TRAVELLERS CHEQUE
Travellers cheque dikenal dengan nama cek wisata atau cek perjalanan yang biasanya digunakan oleh nasabah yang bepergian. Cek Wisata ini biasanya diterbitkan dengan nominal tertentu.

Keuntungan :
• memberikan kemudahan berbelanja
• mengurangi resiko kehilangan uang
• memberikan rasa percaya diri
• dapat dijadikan cederamata atau hadiah untuk relasi biasanya tidak ada biaya apapun

H. LETTER OF CREDIT
L/C adalah jasa bank yang diberikan kepada masyarakat (nasabah) untuk memperlancar arus barang dalam kegiatan ekspor-impor. LC merupakan suatu pernyataan dari bank atas permintaan nasabah (importir) untuk menyediakan dan membayar sejumlah uang tertentu untuk kepentingan pihak ketiga (eksportir).

Mekanisme Letter of credit :



Keterangan :
1. Bank pembuka = Opening Bank, Issuing Bank
2. Bank devisa = Advising Bank, Paying Bank, Negotiating Bank

I. BANK GARANSI
Bank Garansi adalah jaminan bank dalam penyelesaian suatu proyek jika pelaksana (kontraktor) ingkar/cedera janji. Dengan adanya BG pemilik proyek mendapat kepastian bahwa proyek akan berjalan sesuai dengan perjanjian.

Mekanisme Bank Guarantee :



Keterangan :
1. Terjadi perundingan rencana kerja proyek
2. Kontraktor mengajukan Bank Garansi pada bank
3. Bank memberikan Sertifikat BG
4. Sertifikat diberikan pada pemilik proyek
5. Pemilik Proyek memberikan proyek pada kontraktor
6. Bila kontraktor cedera janji maka pemilik proyek dapat mencairkan sertifikat BG pada bank
7. Bank penjamin akan membayar sertifikat BG pada pemilik proyek. Bila pekerjaan diselesaikan oleh kontraktor maka sertifikat BG harus dikembalikan.

3.Simpanan giro adalah simpanan yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek, bilyet giro, sarana perintah pembayaran lainnya atau dengan cara pemindahbukuan.
Simpanan Tabungan adalah simpanan dari pihak ketiga yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat-syarat tertentu yang disepakati, tetapi tidak dapat ditarik dengan cek, bilyet giro dan atau alat lainya yang dapat dipersamakan dengan itu.Sedangkan Jumlah Tabungan yang dimaksud adalah total keseluruhan Tabungan yang dihimpun oleh bank dalam periode tertentu
Simpanan Deposito (time deposit = deposito berjangka) adalah simpanan dari pihak ketiga pada bank yang penarikannya hanya dapat dilakukan dalam jangka waktu tertentu menurut perjanjian antara pihak ketiga dan bank yang bersangkutan.

4. Tn. A bermaksud menyimpan uang dalam deposito on call sejumlah 60 juta rupiah, tanggal 4 agustus 2010 bunga 2% pm. Deposito on call dicairkan tanggal 22 agustus 2010. Berapa bunga yang diperoleh Tn. A ?
Jawab :

RUMUS :

Bunga = Nominal deposito x suku bunga x jumlah hari
365 atau 366 (tahun kabisat)

= Rp 60.000.000 x 2 % x 18
365
= Rp 59178,028

5. Transaksi yang terjadi pada rekening tabungan Tn. A selama agustus 2010
Tanggal Keterangan Jumlah (Rp)
01 Agustus 2010 Saldo 700.000
07 Agustus 2010 Tarik tunai 200.000
12 Agustus 2010 Transfer masuk 600.000
19 Agustus 2010 Setor Kliring 100.000
26 Agustus 2010 Tarik tunai 1.000.000
Berapa jumlah bunga yang diperoleh Tn. A apabila bunga dihitung secara harian dan besarnya bunga 16% pa, tax 15% dan berapa saldo akhir tabungan pada bulan yang bersangkutan.
Jawab :
Tanggal Jumlah hari mengendap Keterangan Jumlah (Rp) Saldo
01 Agustus 2010 6 Saldo 700.000 700.000
07 Agustus 2010 5 Tarik tunai 200.000 500.000
12 Agustus 2010 7 Transfer masuk 600.000 1.100.000
19 Agustus 2010 7 Setor Kliring 100.000 1.200.000
26 Agustus 2010 6 Tarik tunai 1.000.000 200.000
SALDO HARIAN
1 agustus 2010 = 16% x 6 x Rp 700.000 = 1841,09
365
7 agustus 2010 = 16% x 5 x Rp 500.000 = 1095,89
365
12 agustus 2010 = 16% x 7 x Rp 1.100.000 = 3375,34
365
19 agustus 2010 = 16% x 7 x Rp 1.200.000 = 3682,19
365
26 agustus 2010 = 16% x 6 x Rp 200.000 = 526,02
365 +
10520,53
Pajak 15 % = 1578,08 -
Bunga 8942,45
Saldo = 200.000 +
Saldo akhir = 208.942,45


Referensi :

 kartika.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/.../Materi+4+JasaBank.pdf

 http://www.bprks.co.id/?idm=4&idsm=17

 http://adhipradigdo.wordpress.com/2010/03/10/giro-tabungan-dan-deposito/

 buku lab akun

Kamis, 03 Maret 2011

TERAPAN KOMPUTER PERBANKAN

Tugas 1

1 .Jelaskan dari Uang :
Uang adalah benda atau catatan, yang secara umum diterima sebagai pembayaran untuk barang dan jasa dan pembayaran utang di negara tertentu atau konteks sosial-ekonomi. [1] [2] [3] Fungsi utama uang dibedakan sebagai: suatu alat tukar , sebuah unit akun ,sebuah penyimpan nilai , dan, kadang-kadang, suatu standar pembayaran yang ditangguhkan . [4] [5] Setiap jenis obyek atau merekam diverifikasi aman yang memenuhi fungsi-fungsi ini dapat berfungsi sebagai uang.
Money originated as commodity money , but nearly all contemporary money systems are based on fiat money . [ 4 ] Fiat money is without intrinsic use value as a physical commodity, and derives its value by being declared by a government to be legal tender ; that is, it must be accepted as a form of payment within the boundaries of the country, for "all debts, public and private". Uang berasal sebagai uang komoditas , tapi hampir semua sistem uang kontemporer didasarkan pada uang kertas . [4] uang Fiat tanpa intrinsik nilai guna sebagai komoditas fisik, dan mendapatkan nilai dengan menjadi dinyatakan oleh pemerintah untuk menjadi alat pembayaran yang sah , yang , itu harus diterima sebagai bentuk pembayaran dalam batas-batas negara, untuk "semua hutang, publik dan swasta".
The money supply of a country consists of currency (banknotes and coins) and bank deposits or 'bank money' (the balance held in checking accounts and savings accounts ). Bank deposits usually form the larger part of the money supply of a country. [ 6 ] [ 7 ] [ 8 ] Para pasokan uang suatu negara terdiri dari mata uang (uang kertas dan koin) dan deposito bank atau 'uang bank' (keseimbangan diadakan di rekening giro dan tabungan ). Bank deposito biasanya membentuk bagian yang lebih besar dari pasokan uang suatu negara.
2 Jelaskan jenis –jenis Uang :
jenis uang adalah Currently, most modern monetary systems are based on fiat money. Saat ini, sistem moneter yang paling modern didasarkan pada uang fiat. However, for most of history, almost all money was commodity money, such as gold and silver coins. Namun, untuk sebagian besar sejarah, hampir semua uang adalah komoditas uang, seperti koin emas dan perak. As economies developed, commodity money was eventually replaced by representative money , such as the gold standard , as traders found the physical transportation of gold and silver burdensome. Sebagai negara maju, uang komoditas akhirnya digantikan oleh uang representatif , seperti standar emas , sebagai pedagang menemukan transportasi fisik dari emas dan perak memberatkan. Fiat currencies gradually took over in the last hundred years, especially since the breakup of the Bretton Woods system in the early 1970s. Fiat mata uang secara bertahap mengambil alih dalam seratus tahun terakhir, terutama karena pecahnya sistem Bretton Woods pada awal tahun 1970.
There are several Ada beberapa
types of money jenis uang
varying in liability and strength. berbagai kewajiban dan kekuatan. The society has modified the money at different types and in this way several types of money are introduced. Masyarakat telah memodifikasi uang pada jenis yang berbeda dan dengan cara ini beberapa jenis uang diperkenalkan. When there was ample availability of metals, metal money came into existence later it was substituted by the paper money. Ketika ada banyak ketersediaan logam, uang logam muncul menjadi ada kemudian digantikan oleh uang kertas. At different times, several commodities were used as the medium of exchange. Pada waktu yang berbeda, beberapa komoditas digunakan sebagai alat tukar. So, it can be said that according to the needs and availability of means, the types of money has changed. Jadi, dapat dikatakan bahwa sesuai dengan kebutuhan dan ketersediaan sarana, jenis uang telah berubah.
Some of the major types of money are: Beberapa jenis utama uang adalah:
Commodity Money Komoditi Uang
Whenever any commodity is used for the exchange purpose, the commodity becomes equivalent to the money and is called commodity money. Setiap kali setiap komoditas digunakan untuk tujuan tukar, komoditi menjadi setara dengan uang dan disebut uang komoditas. There are certain types of commodity, which are used as the commodity money. Ada beberapa jenis komoditas, yang digunakan sebagai uang komoditas. Among these, there are several precious metals like gold, silver, copper and many more. Di antaranya, ada beberapa logam mulia seperti emas, perak, tembaga dan banyak lagi. Again, in many parts of the world, seashells (also known as cowrie sells), tobacco and many other items were in use as a type of money & mediums of exchange. Sekali lagi, di banyak bagian dunia, kerang (juga dikenal sebagai cowrie menjual), tembakau dan banyak item lain yang digunakan sebagai jenis uang & media pertukaran

3 .Jelaskan lembaga Keuangan :
lembaga keuangan adalah lembaga yang menyediakan jasa keuangan bagi nasabah atau anggota. Probably the most important financial service provided by financial institutions is acting as financial intermediaries . Mungkin yang paling penting layanan keuangan yang disediakan oleh lembaga keuangan bertindak sebagai perantara keuangan . Most financial institutions are highly regulated by government . Kebanyakan lembaga keuangan sangat diatur oleh pemerintah .
Broadly speaking, there are three major types of financial institutions : Secara umum, ada tiga jenis utama dari lembaga keuangan:
1. Deposit -taking institutions that accept and manage deposits and make loans , including banks , building societies , credit unions , trust companies , and mortgage loan companies Deposito -mengambil lembaga yang menerima dan mengelola deposito dan membuat pinjaman , termasuk bank , building societies , credit unions , perusahaan kepercayaan , dan pinjaman hipotek perusahaan
2. Insurance companies and pension funds ; and Asuransi perusahaan dan dana pensiun , dan
3. Brokers , underwriters and investment funds . Broker , underwriter dan dana investasi .

4 .Jelaskan arti Dari Bank :

Pengertian Bank adalah Menurut Undang‐Undang No. 10 Tahun 1998, bank adalah badan usaha
yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan
menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau bentukbentuk
lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
Berikut ada beberapa pengertian bank :
1. Pengertian Bank Umum adalah bank yang melaksanakan
kegiatan usahanya secara konvensional dan atau berdasarkan
prisip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa lalu
lintas pembayaran;
2. Bank Perkreditan Rakyat adalah bank yang melaksanakan
kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip
syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa lalu lintas
pembayaran;
5 .Jelaskan Arti Dari Klasifikasi Bank :
klasifikasi bank adalah Klasifikasi bank berdasarkan fungsi atau status operasi
• Melaksanakan kebijakan moneter dan keuangan;
• Memberi nasehat pada pemerintah untuk soal-soal moneter dan keuangan;
• Melakukan pengawasan, pembinaan,dan pengaturan perbankan;
• Sebagai banker’s bank atau lender of last resort;
• Memelihara stabilitas moneter;
• Melancarkan pembiayaan pembangunan ekonomi;
• Mendorong pengembangan perbankan dan sistem keuangan yang sehat.


Klasifikasi bank berdasarkan fungsi atau status operasi <> Klasifikasi bank berdasarkan kepemilikan <> Klasifikasi bank berdasarkan segi penyediaan jasa <<
Bank Devisa
Bank devisa (foreign exchange bank) adalah bank yang dalam kegiatan usahanya dapat melakukan transaksi dalam valuta asing, baik dalam hal penghimpunan dan penyaluran dana, serta dalam pemberian jasa-jasa keuangan. Dengan demikian, bank devisa dapat melayani secara langsung transaksi-transaksi dalam skala internasional.
Bank Non Devisa
Bank umum yang masih berstatus non devisa hanya dapat melayani transaki-transaksi di dalam negeri (domestik). Bank umum non devisa dapat meningkatkan statusnya menjadi bank devisa setelah memenuhi ketentuan-ketentuan antara lain: volume usaha minimal mencapai jumlah tertentu, tingkat kesehatan, dan kemampuannya dalam memobilisasi dana, serta memiliki tenaga kerja yang berpengalaman dalam valuta asing.

6 . Jelaskan Arti Dari Deregulasi Perbankan Indonesia :
Deregulasi Perbankan Indonesia adalah Mencatat beberapa hal. Di antaranya: memberikan keleluasaan kepada bank-bank untuk menentukan suku bunga deposito. Kemudian dihapusnya campur tangan Bank Indonesia terhadap penyaluran kredit. Deregulasi ini juga yang pertama memperkenalkan Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dan Surat Berharga Pasar Uang (SPBU). Aturan ini dimaksudkan untuk merangsang minat berusaha di bidang perbankan Indonesia di masa mendatang.
Paket Kebijakan 27 Oktober 1988 (Pakto 88)
Pakto 88 boleh dibilang adalah aturan paling liberal sepanjang sejarah Republik Indonesia di bidang perbankan. Contohnya, hanya dengan modal Rp 10 milyar maka seorang pengusaha bisa membuka bank baru. Dan kepada bank-bank asing lama dan yang baru masuk pun diijinkan membuka cabangnya di enam kota. Bahkan bentuk patungan antar bank asing dengan bank swasta nasional diijinkan. Dengan demikian, secara terang-terangan monopoli dana BUMN oleh bank-bank milik negara dihapuskan.
Bahkan, beberapa bank kemudian menjadi bank devisa karena persyaratan untuk mendapat predikat itu dilonggarkan. Dengan berbagai kemudahan Pakto 88, meledaklah jumlah bank di Indonesia.
Paket Februari 1991(Paktri)
Banyaknya jumlah bank membuat kompetisi pencarian tenaga kerja, mobilisasi dana deposito dan tabungan juga semakin sengit. Ujung-ujungnya, karena bank terus dipacu untuk mencari untung, sisi keamanan penyaluran dana terabaikan, dan akhirnya kredit macet menggunung. Kondisi ini kemudian memunculkan yang mendorong dimulainya proses globalisasi perbankan.
Salah satu tugasnya adalah berupaya mengatur pembatasan dan pemberatan persyaratan perbankan dengan mengharuskan dipenuhinya persyaratan permodalan minimal 8 persen dari kekayaan. Yang diharapkan dalam paket itu adalah akan adanya peningkatan kualitas perbankan Indonesia. Dengan mewajibkan bank-bank memenuhi aturan penilaian kesehatan bank yang mempergunakan formula kriteria tertentu, tampaknya paket itu tidak bisa menghindari kesan sebagai produk aturan yang diwarnai trauma atas terjadinya kasus kolapsnya Bank Perbankan Asia, Bank Duta, dan Bank Umum,
UU Perbankan baru bernomor 7 tahun 1992
Telah disahkan oleh Presiden Soeharto pada 25 Maret 1992. Undang Undang itu merupakan penyempurnaan UU Nomor 14 tahun 1967. Intinya, UU itu menggarisbawahi soal peniadaan pemisahan perbankan berdasarkan kepemilikan. Kalau UU yang lama secara tegas menjelaskan soal pemilikan bank/pemerintah, pemerintah daerah, swasta nasional, dan asing. Mengenai perizinan, pada UU lama persyaratan mendirikan bank baru ditekankan pada permodalan dan pemilikan. Pada UU yang baru, persyaratannya meliputi berbagai unsur seperti susunan organisasi, permodalan, kepemilikan, keahlian di bidang perbankan, kelayakan kerja, dan hal-hal lain yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan berdasarkan pertimbangan Bank Indonesia.

Paket 29 Mei 1993 (Pakmei).
Untuk mengurangi sebagian kendala yang dihadapi perbankan dalam melakukan ekspansi kredit dan koreksi terhadap Paktri yang begitu mengekang bank, pemerintah mengeluarkan Dengan Pakmei itu, pemerintah berharap mengucurkan kredit, sehingga dunia usaha tidak lesu lagi dan industri otomotif bisa bergairah kembali. Disebutkan dalam Pakmei ini pencapaian CAR (capital adiquacy ratio)-- atau perimbangan antara modal sendiri dan aset -- sesuai dengan ketentuan adalah 8 persen. Kemudian penyempurnaan lain pada paket itu adalah ketentuan loan to deposit ratio (LDR).
Peraturan Pemerintah (PP) No. 68 tahun 1996
Aturan yang terakhir keluar ini yang ditanda tangani Presiden RI pada 3 Desember 1996. Belajar dari pengalaman Bank Summa, PP ini sangat menguntungkan para nasabah karena nasabah bank akan tahu persis rapor banknya. Dengan begitu, mereka bisa ancang-ancang jika suatu saat banknya sedang goyah atau bahkan nyaris pailit.
Analisa:
Jadi, sebelum adanya paket deregulasi keadaan perekonomian di Indonesia khususnya dibidang perbankan mengalami kondisi yang kurang adil bagi bank yang bukan milik pemerintah, ketidak adilan itu antara lain hanya bank- bank milik pemerintah yang mampu menggunakan fasilitas khusus yang disediakan pemerintah antara lain: mendapatkan kredit likuiditas bank Indonesia (KLBI), dan juga banyak menanggung program- program pemerintah. Oleh karena itu dengan adanya deregulasi perbankan, keadaan perbankan, milik pemerintah maupun swasta dapat meningkat lebih baik.



7 .Jelaskan Arti Dari Sumber Dana Bank :

Sumber-sumber dana bank adalah usaha bank dalam menghimpun dana untuk membiayai operasinya. Sumber-sumber dana bank tersebut adalah:
1. Dana Yang Bersumber Dari Bank Itu Sendiri (Internal)
o Setoran modal dari pemegang saham
o Cadangan-cadangan bank, yaitu cadangan-cadangan laba pada tahun lalu yang tidak dibagikan kepada pemegang saham.
o Laba yang belum di bagi, laba yang belum dibagi merupakan laba yang memang belum di bagikan pada tahun yang bersangkutan sehingga dapat dimanfaatkan sebagai modal untuk sementara waktu.
2. Dana Yang Berasal Dari Masyarakat Luas (Eksternal)
o Simpanan Giro (Demand deposit)
o Simpanan Tabungan (Saving Deposit)
o Simpanan Deposito (Time Deposit)
• Simpanan Giro (Demand deposit)
Menurut UU perbankan No. 10 Tahun 1998, giro adalah simpanan yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek, Bilyet Giro, sarana perintah pembayaran lainnya atau dengan cara pemindahbukuan. Penarikan secara tunai dengan menggunakan cek sedangkan penarikan non tunai dengan menggunakan Bilyet Giro (BG).
• Cek (Cheque) : Merupakan surat perintah tanpa syarat dari nasabah kepada bank yang memelihara rekening giro nasabah tersebut, untuk membayar sejumlah uang kepada pihak yang bersangkutan (yang disebut) didalamnya atau kepada pihak pemegang cek tersebut. Jenis-jenis Cek :
1. Cek atas nama
2. Cek atas unjuk
3. Cek silang
4. Cek mundur
5. Cek kosong
• Bilyet Giro (BG) : merupakan surat perintah dari nasabah kepada bank yang memelihara rekening Giro nasabah tersebut untuk memindah bukukan sejumlah uang dari rekening yang bersangkutan kepada pihak penerima yang disebutkan namanya pada bank yang sama atau bank lainnya.
• Simpanan Tabungan (Saving Deposit)
Alat penarikan tabungan yaitu:
1. Buku Tabungan
2. Slip Penarikan
3. Kartu ATM
• Simpanan Deposito (Time Deposit)
Menurut UU No. 10 tahun 1998, deposito adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu berdasarkan perjanjian nasabah penyimpan dengan bank. Jenis-jenis Deposito :
1. Deposito Berjangka ( tidak bisa di pindah tangankan)
2. Sertifikat Deposito ( dapat diperjual belikan)
3. Deposito On Call (jangka waktunya tidak lebih dari 1 bulan).
SUMBER http://infoperbankan.blogspot.com

JASA-JASA PERBANKAN

Adapun jasa-jasa dalam perbankan yakni :

1. Transfer
2. Inkaso
3. Bank garansi
4. Letter of Credit
5. Waliamanat
6. Kliring


1. TRANSFER
Transfer adalah suatu kegiatan jasa bank untuk memindahkan sejumlah dana tertentu sesuai dengan perintah si pemberi amanat yang ditujukan untuk keuntungan seseorang yang ditunjuk sebagai penerima transfer.

2. INKASO
Inkaso merupakan salah atu kegiatan untuk melakukan amanat dari pihak ke tiga berupa penagihan sejumlah uang kepada seseorang atau badan tertentu di kota lain yang telah ditunjuk oleh si pemberi amanat. Inkaso.

3. BANK GARANSI
Bank garansi adalah salah satu jasa yang diberikan oleh bank berupa jaminan pembayaran sejumlah tertentu uang yang akan diberikan kepada pihak yang menerima jaminan, hanya apabila pihak yang dijamin melakukan perjanjian. Perjanjian bisa berupa perjanjian jual – beli, sewa, kontrak – mengontrak, pemborongan, dan lain – lain. Pihak yang dijamin biasanya adalah nasabah bank yang besangkutan, sedangkan jaminan diberikan kepada pihak lain yang mengadakan suatu perjanjian dengan nasabah

4. LETTER of CREDIT
Di dalam bahasa Indonesia L/C disebut Surat Kredit Berdokumen yaitu salah satu jasa yang ditawarkan bank dalam rangka pembelian barang, berupa penangguhan pembayaran pembelian oleh pembeli sejak LC dibuka sampai dengan jangka waktu tertentu sesuai perjanjian. Berdasarkan pengertian tersebut, tipe perjanjian yang dapat difasilitasi LC terbatas hanya pada perjanjian jual – beli, sedangkan fasilitas yang diberikan adalah berupa penangguhan pembayaran.

5. WALIAMANAT
Waliamanat adalah pihak yang mewakili kepentingan Pemegang Efek bersifat uang. Bank Umum yang akan bertindak sebagai Wali Amanat wajib terlebih dahulu terdaftar di Bapepan untuk mendapatkan Surat Tanda Terdaftar sebagai Wali Amanat.

6. KLIRING
Kliring adalah pertukaran warkat atau Data Keuangan Elektronik (DKE) antarpeserta kliring baik atas nama peserta maupun atas nama nasabah peserta yangperhitungannya diselesaikan pada waktu tertentu.

MEKANISME KLIRING

a. Peserta, terdiri dari:
1. Peserta Langsung Aktif (PLA)
2. Peserta Langsung Pasif (PLP)
3. Peserta Tidak Langsung (PTL)

b. Fasilitas bagi Peserta, meliputi:
1. Informasi hasil kliring
2. Laporan hasil proses kliring
3. Rekaman data warkat yang diterima
4. Salinan warkat dan permintaan ulang atas laporan hasil proses kliring
5. Investigasi selisih
6. Pengujian kualitas MICR code line

c. Proses
1. Siklus kliring nominal besar
2. Siklus kliring ritel

d. Settlement
Dasar perhitungan dalam kliring elektronik di bawah Rp 100 juta adalah Data Keuangan Elektronik (DKE). Perhitungan hasil kliring akan tercemin dalam Bilyet saldo Kliring yang dapat bersaldo kredit (menang) atau debet (kalah). Hasil ini dibukukan langsung ke rekening giro tiap bank di Bank Indonesia tanpa melihat kecukupan dana (net settlement).

e. Biaya
Bank Indonesia mengenakan biaya kepada para peserta kliring.


8 . Jelaskan Arti Dari Pengalokasian Dana :

pengalokasian dana adalah menjual kembali dana yang
diperoleh dari penghimpunan dana dalam bentuk simpanan. Tujuan bank dari
pengalokasian dana adalah memperoleh keuntungan semaksimal mungkin.
Dalam mengalokasikan dana pihak perbankkan membaginya ke dalam
prosentase-prosentase tertentu sesuai dengan kondisi yang terjadi di dalam
perekonomian pada saat sekarang ini, misalnya untuk bidang pertanian
diberikan 20% sedangkan untuk bidang industri diberikan 40%.
Dalam hal pengalokasian dananya ke masyarakat pihak perbankkan
membebankan bunga dengan prosentasi tertentu sesuai dengan penetapan
harga bunga oleh BI. Untuk saat tahun 2007 BI menetapkan suku bunga untuk
pengalokasian dana kemasyarakat berkisar 1% per bulan.


*Refrensi : http://www.tempo.co.id/wikipedia.co.id,wartawarga.co.id/www.bi.go.id